Edisi Ibukota : “Kala Burnout Melanda….”

Salam Tarzan Kota!
Apa Kabar Kawan?!! Luar biasa, akhirnya saya bisa melanjutkan seri ini. Seri terakhir saya tulis pada Ramadhan lalu. Sekedar flashback, Ramadhan lalu saya menulis mengenai sikap ”Inilah Waktunya!!”, sebuah sikap mengambil alih kondisi yang tadinya mengontrol kita menjadi kita yang punya kontrol terhadap kondisi. Sikap tersebut mengantarkan kita pada keteguhan dalam mempertanggungjawabkan mimpi dan kualitas pribadi kita.
Waktu berputar dengan cepat, rangkaian tugas dan tanggungjawab terus saja bergulir dan menuntut untuk dituntaskan. Ditunda sedikit atau tak kita perhatikan dengan maksimal hasilnya akan fatal dan berpengaruh terhadap diri sendiri dan orang lain. Lagi-lagi kondisi menantang kita untuk tetap tangguh dalam berjuang….namun ada kalanya sang jagoan jatuh juga. Jagoan ini adalah DIRI kita. DIRI yang manusia, yang butuh diseimbangkan. Apa yang harus dilakukan untuk mem-boost energy sehingga bisa kembali ke arena dengan bersemangat??
Job Burnout
Bisa jadi kita mengalami keletihan atau kepenatan kerja, yang dikenal dengan istilah Job Burnout. Burnout tidak hanya dialami oleh pekerja, bisa juga pelajar, ibu rumah tangga, dsb. Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary mendefinisikan job burnout sebagai ”exhaustion of physical or emotional strength or motivation usually as a result of prolonged stress or frustation.” Sederhananya, job burnout merupakan kepenatan fisik, keletihan emosi, penurunan motivasi, sebagai akibat dari stress atau frustasi berkepanjangan yang dirasakan seseorang.
Indikasi seseorang mengalami job burnout, antara lain: tidak semangat saat mengawali kerja, cenderung menghitung waktu kerja dan menunggu jam kerja segera berakhir atau bahkan escaping dari kerja bahkan kantor, kehilangan antusiasme dalam menuntaskan tugas/proyek kerja, bersikap tidak peduli terhadap hal yang berkaitan dengan pekerjaan, tidak bersemangat saat bergaul atau bersosialisasi dengan rekan dan klien. Juga merasa mudah sakit, letih, sakit kepala, otot tubuh tegang dan kaku, sulit tidur, mudah tersinggung dan merasa tertekan (Turner).
Alternatif solusi
What should we do?? Ada beberapa alternatif solusi yang bisa kita lakukan antara lain :
1. Konseling karir dan perencanaan karir
Bila sesungguhnya kita masih mencintai pekerjaan kita, sebaiknya lakukan konseling karir. Evaluasi kembali apa goal pekerjaan/tujuan kita. Kaji apakah sudah tercapai, melebihi target, atau justru masih jauh. Apakah hal yang dilakukan sudah benar? Apa yang salah, dimana letak kesalahannya, bagaimana membenahinya.
Diskusikan perencanaan karir dengan orang yang paham, harusnya atasan kita bisa mengakomodasi. Letih dan jenuh bisa saja mereda begitu kita mendapat gambaran arah karir ke depan. Pertimbangkan hal yang menjadi masa depan kita dan perusahaan, kemungkinan mutasi ke bagian lain yang lebih membutuhkan kapabilitas kita, solusi dari masalah yang kita hadapi atau bahkan mungkin justru berhenti dari pekerjaan yang sekarang karena tak ditemukan sinkronisasi antara kita dan perusahaan.
Perlukah kita mempelajari skills dan knowledge baru? Kita bisa juga mengajukan diri untuk diikutkan dalam workshop/seminar/training relevan yang kita perlukan. Demi pengembangan diri kita yang pastinya akan menunjang perusahaan.
2. Kelola waktu dengan lebih efektif
Mulailah bekerja dengan efektif dan efisien, manfaatkan tools manajemen waktu dengan baik, MS Outlook, to do list, reminder, agenda, dsb. “Tega”lah menentukan prioritas kegiatan. Dari 10 tugas yang diberikan dalam satu hari, prioritaskan mana yang paling sesuai dengan tujuan utama kerja kita. Untuk jenis tugas yang lain kerjakan setelahnya atau delegasikan kepada orang yang di bidangnya atau rekan junior di bawah bimbingan kita. Seringkali, justru kebiasaan “one man show” yang membuat beban pekerjaan menjadi berat. Dengan mendelegasikan tugas kepada orang yang tepat, kita bisa mengerjakan tugas utama kita dengan lebih optimal sehingga goal kita tercapai dengan baik
3. Komunikasikan dengan asertif
Ketika kita sudah merasa overload, tapi masih dibebani proyek-proyek baru, sampaikan penolakan secara asertif. Sampaikan usulan alternatif solusi kita pada pemberi proyek. Usulkan untuk memakai tenaga outsourcing/freelance/part time/magang ke bagian HR, agar pekerjaan tertangani. Begitu juga jika ada yang tidak sesuai atau perlu dibenahi.
4. Kebiasaan gaya hidup sehat
Agar vitalitas fisik dan antusiasme kerja terjaga, ikuti gaya hidup sehat. Mulai lagi mendisiplinkan diri untuk olahraga sesuai dengan kondisi fisik kita. Berilah suntikan energi spiritual dengan berdoa dan beribadah.
Kita perlu menyadari, meninggalkan zona nyaman dan pergi ”berjuang” tidaklah mudah, jika kita tak menyeimbangkannya hidup jadi tidak menyenangkan. Hati yang tertekan tak akan membuat pikiran jernih. Bisa-bisa kita malah meninggalkan impian kita di tengah jalan. Namun jika kita terus tak bersemangat berangkat ke tempat kerja dan selalu ragu apakah pekerjaan tersebut tepat untuk kita, coba tanyakan kepada diri sendiri apakah pekerjaan yang kita lakukan sesuatu yang berarti?
Partner hebat saya, Iqbal Wildan, memberikan pesannya, pekerjaan yang sesuai itu memperhatikan tiga hal: Lingkungan berkaitan dengan budaya kerja, fasilitas penunjang kerja, dan hubungan sosial. Kesejahteraan, sejauh mana perusahaan memberikan jaminan bagi karyawan. Serta Prinsip, yaitu adanya kesatuan visi dan misi antara kita dan perusahaan. Sepaham dengannya, saya pun memiliki tiga hal yang membuat pekerjaan menjadi berarti. Pertama, pekerjaan itu masuk akal baik dalam rancangan maupun implementasi. Kita harus tau apa yang dituntut perusahaan dan memastikan sumber yang dibutuhkan tersedia baik budget, manpower, material source dan teamwork yang handal di bidangnya. Kedua, pekerjaan itu memiliki ”nilai”. Artinya sekecil apapun tugas yang diberikan menjadi bagian dari tujuan perusahaan yang juga memperhatikan hak kita. Terakhir, kerja yang dilakukan memberikan keuntungan lebih pada lingkungan sekitar alias rahmatan lil ’alamin bukan hanya untuk kepentingan pihak tertentu saja.
Bila itu semua tak terpenuhi, mungkin sudah saatnya kita mengundurkan diri dan mencari pekerjaan lain yang lebih berarti. Karena tujuan kita bukan hanya menjadi sukses saja, namun juga bernilai. Tentunya sukses dan nilai yang hakiki, karena nantinya kita pun akan ”hidup” dan menjumpai ”Yang Kekal”. Semoga bermanfaat, ingat ”Get a LIFE, not a job!” dan sampai bertemu di puncak, Kawan!!

Leave a Reply
Be the First to Comment!